JAFF 2019 membawa 111 film dari 28 negara dengan 53 film panjang (features) dan 58 film pendek (shorts) yang akan ditayangkan sepanjang festival, yaitu mulai dari 19 hingga 23 November 2019. Dengan barisan film yang banyak dan berkualitas, manakah yang harus kamu pilih dan tonton? Goers bikin rekomendasi film-film pilihan, nih! Kalau bingung, kamu bisa coba pilih film dari daftar ini. Tapi, sebelumnya kamu lihat dulu jadwal pemutaran film sepanjang JAFF berlangsung di bawah ini.

Jadwal Pembukaan, Selasa, 19 November 2019

Goers Jaff 2019

Jadwal Rabu, 20 November 2019

Goers JAFF

Jadwal Kamis, 21 November 2019

Goers JAFF

Jadwal Jumat, 22 November 2019

Goers JAFF

Jadwal Penutupan, Sabtu, 23 November 2019

Goers JAFF
Jadwal JAFF “Revival” 2019 – Penutupan, Sabtu, 23 November 2019
Kamu juga bisa melihat jadwal JAFF secara lengkap di sini. Untuk rekomendasi filmnya, silahkan cek daftarnya di bawah ini, ya!

Abracadabra

JAFF 2019
© 2019 Jogja-NETPAC Asian Film Festival. All Rights Reserved.
Dark comedy arahan sutradara Faozan Rizal dan produser Ifa Isfansyah ini tayang sebagai World Premier sekaligus film pembuka JAFF 2019. Berkisah tentang Lukman (Reza Rahadian), pesulap yang menghilangkan anak setelah masuk ke dalam kotak ajaibnya. Pindah ke kota lain, Lukman malah mendapati seorang wanita cantik keluar secara misterius dari kotak ajaibnya. Semua hal ganjil dan absurd digambarkan dengan visual dan warna yang berbeda di film ini. Memakan waktu 4 tahun produksi, Abracadabra di putar di malam pembukaan JAFF pada tanggal 19 November 2019.

Motel Acacia

Motel Acacia adalah film panjang kedua dari Bradley Liew setelah Singing in Graveyards (2016) yang tayang di Venice International Film Festival 2016 pada sesi International Critics Week. Film Filipina ini dibintangi oleh para aktor dari berbagai negara, antara lain JC Santos dan Agot Isidro dari Filipina, Jan Bijvoet dari Belgia, Vithaya Pansringarm dari Thailand, Talia Zucker dari Australia, Will Jaymes dari Amerika Serikat/Australia, Bront Palarae dari Malaysia, dan Nicholas Saputra dari Indonesia. Ditulis oleh Bradley Liew dan Bianca Balbuena, Motel Acacia memadukan isu imigran ilegal dengan mitologi hantu pohon Filipina yang dapat memakan pria dan menghamili wanita. Kisahnya berusaha menangkap kegelisahan para imigran yang mencari suaka, termasuk keinginan pembasmian dari penguasa negara yang didatangi mereka. Motel Acacia akan ditayangkan di 14th Jogja-NETPAC Asian Film Festival “Revival” sebagai film penutup.

Mekah, I’m Coming

© 2019 Jogja-NETPAC Asian Film Festival. All Rights Reserved.
Setelah membuat beberapa film pendek, kini sutradara Jeihan Angga hadir dengan film panjang perdananya, Mekah I’m Coming. Film ini menceritakan Eddy (Rizky Nazar) yang ingin cepat-cepat mempunyai gelar Haji demi bisa menikah dengan Eni (Michelle Ziudith), sebelum pacarnya itu dikawinkan dengan seorang rentenir. Eddy dan Eni sama-sama anak yatim; Eddy sudah tidak mempunyai ayah sementara Eni sudah tidak mempunyai ibu. Kemiskinan telah mendorong ayah Eni untuk mengawinkan anaknya dengan rentenir. Kemiskinan pula yang membuat hubungan Eddy dan Eni tidak direstui ayah Eni. Eddy mencoba membuktikan keseriusannya meminang Eni dengan berjanji akan mempunyai gelar Haji sebelum menikahi Eni. Sutradara Jeihan Angga berhasil mengemas isu penipuan travel haji yang pernah marak di Indonesia itu dalam film komedi yang ringan dan menyenangkan. Mekah I’m Coming akan ditayangkan secara perdana di 14th Jogja-NETPAC Asian Film Festival “Revival” pada program JAFF Indonesia Screen Awards.

Wet Season

Wet Season menceritakan seorang guru bahasa Mandarin, Ling Lim yang menjalin hubungan istimewa dengan muridnya, Kok Wil Lin. Ikatan keduanya kuat dengan beragam latar. Ling menantikan anak dari 8 tahun pernikahannya, sementara Kok mencari sosok orangtua yang selama ini jauh darinya. Ceritanya seakan tertebak, tapi karakter kedua tokoh sentralnya akan mengaduk-ngaduk perasaan dan memberikan perspektif lain dalam melihat hubungan guru dan murid ini. Film panjang kedua dari sutradara dan penulis Anthony Chen yang sebelumnya telah memenangkan penghargaan Camera d’Or di Festival Film Toronto lewat filmnya, Ilo Ilo (2013).

Tehran City of Love

Sebuah film besutan Ali Jaberansari yang dirilis pada tahun 2018 dengan genre romance menceritakan tiga individu yang memiliki jalan unik dalam kisah cinta mereka. Ali Jaberansari mengangkat cuilan-cuilan kecil dari kisah cinta dalam kehidupan warga kota Tehran, ibukota negara Iran yang memiliki bangunan-bangunan modern layaknya ibukota pada umumnya. Ali sang sutradara menadahi kisah-kisah tersebut dalam cawan berwujud kota Tehran, kota di negara yang terik dikelilingi pegunungan tinggi yang tidak berair. Kisah-kisah warga Tehran yang ditampilkan dalam film ini seperti minuman-minuman dingin yang menyegarkan.

Ode To Nothing

Kisah Sonya, seorang wanita paruh baya yang tinggal bersama ayahnya. Pekerjaannya sebagai pengurus segala keperluan di pemakaman, membawanya kepada petualangan menarik seputar mayat, kenangan masa lalu, utang keluarga, dan cinta. Film ini pertama kali ditayangkan di  Festival Film Internasional QCinema 2018 dan memborong penghargaan sebagai film terbaik, sinematografi terbaik, sutradara terbaik, skenario terbaik, dan aktris terbaik.

The Science of Fictions

Feature ketiga dari filmmaker Yosep Anggi Noen (Vakansi Yang Janggal dan Penyakit Lainnya, Istirahatlah Kata-Kata) yang mencoba mengolok-ngolok sejarah yang diciptakan para penguasa dunia. Melalui tokoh SIman yang dipotong lidahnya agar tak tak bicara dan membongkar kebohongan publik, film ini mewakili korban yang trauma dengan kejamnya kekuasaan di masa lalu. The Science of Fictions adalah upaya untuk merayakan setengah abad ‘sejarah’ tersebut. The Science of Fictions akan ditayangkan di 14th Jogja-NETPAC Asian Film Festival “Revival” pada program Asian Features – Golden & Silver Hanoman Awards.

Tak Ada yang Gila Di Kota Ini

Marwan adalah seorang bawahan bos besar yang memiliki hotel mewah di kawasan wisata. Marwan bersama bawahan lainnya ditugaskan bosnya untuk mengumpulkan orang-orang gila di sekitar hotel lalu membuangnya ke hutan agar turis hotel tidak merasa terganggu. Akan tetapi Marwan memiliki caranya sendiri untuk memperlakukan para orang gila yang ia buang ke tengah hutan. Film ini diangkat dari cerita pendek karya Eka Kurniawan dan disutradarai oleh Wregas Bhanuteja di bawah rumah produksi Rekata. Tak Ada yang Gila di Kota Ini diputar dalam program Light of Asia – Blencong & Student Awards di JAFF “Revival” 2019.

Verdict

Film panjang pertama dari filmmaker Filipina, Raymund Ribay Gutierrez yang menceritakan tentang Joy, seorang istri yang menggendong anaknya, Angel, lari ke kantor polisi setelah dipukuli secara brutal oleh suaminya. Joy harus menghadapi proses pengadilan melawan suaminya. Sejelas apapun kekerasannya, keadilan tak selalu berpihak pada korban kejahatan. Seperti pernyataan Gutierrez bahwa film ini menampilkan konflik dan masalah, tapi bukan solusinya. Hukum tak selalu adil. Dan itu adalah kenyataan. Film ini masuk seleksi perwakilan Filipina untuk kategori film panjang di ajang Oscar 2020.

Tuh, keren-keren kan film pilihan Goers di JAFF 2019? Kamu masih punya kesempatan loh untuk ikutan serunya JAFF dan menonton semua filmnya. Datang langsung ke venue utama JAFF 2019 di Yogyakarta dan kamu bisa beli tiket On The Spot JAFF 2019 di sana. Sampai ketemu ya, movies lovers!

Write A Comment